Sulawesi Barat atau disingkat Sul-Bar
termasuk provinsi yang masih tergolong baru di Pulau Sulawesi,
Indonesia. Provinsi yang dibentuk pada tanggal 5 Oktober ini sebagian
besar dihuni oleh suku Mandar (49,15%) dibanding dengan suku-bangsa
lainnya seperti Toraja (13,95%), Bugis (10,79%), Jawa (5,38%), Makassar
(1,59%) dan lainnya (19,15%). Maka tidak heran jika adat dan tradisi
suku Mandar lebih berkembang di daerah ini. Salah satu tradisi orang
Mandar yang sangat terkenal adalah tradisi penjemputan tamu-tamu
kehormatan baik dari dalam maupun luar negeri.
Penyambutan
tamu kehormatan tersebut sedikit berbeda dari daerah lainnya. Para
tamu kehormatan tidak hanya disambut dengan /pagar ayu/ atau
pengalungan bunga, tetapi juga dengan Tari Patuddu. Zaman sekarang,
tarian ini biasanya dimainkan oleh anak-anak Sekolah Dasar (SD) dengan
menggunakan alat tombak dan perisai yang kemudian diiringi irama
gendang. Oleh karena itu, Tari Patuddu yang memperagakan tombak dan
perisai ini disebut juga tari perang. Disebut demikian karena sejarah
tarian ini memang untuk menyambut balatentara Kerajaan Balanipa yang
baru saja pulang dari berperang.
Menurut
sebagian masyarakat setempat, Tari Patuddu ini lahir karena sering
terjadi huru-hara dan peperangan antara balatentara Kerajaan Balanipa
dan Kerajaan Passokorang pada masa lalu. Setiap kali pasukan perang
pulang, warga kampung melakukan penyambutan dengan tarian Patuddu.
Tarian ini menyiratkan makna, ?Telah datang para pejuang dan pahlawan
negeri,? sehingga tari Patuddu cocok dipentaskan untuk menyambut para
tamu istimewa hingga saat ini.
Namun,
ada versi lain yang diceritakan dalam sebuah cerita rakyat terkait
dengan asal-mula tari Patuddu. Konon, pada zaman dahulu kala, di sebuah
daerah pegunungan di Sulawesi Selatan (kini Sulawesi Barat), hidup
seorang Anak Raja bersama hambanya. Suatu waktu, Anak Raja itu ditimpa
sebuah musibah. Bunga-bunga dan buah-buahan di tamannya hilang entah ke
mana dan tidak tahu siapa yang mengambilnya. Ia pun berniat untuk
mencari tahu siapa pencurinya. Dapatkah Anak Raja itu mengetahui dan
menangkap si pencuri? Siapa sebenarnya yang telah mencuri buah dan
bunga-bunganya tersebut? Ingin tahu jawabannya? Ikuti kisah selengkapnya
dalam cerita Asal-Mula Tari Patuddu berikut ini!
** * ** *
Alkisah,
pada zaman dahulu, di daerah Mandar Sulawesi Barat, hiduplah seorang
Anak Raja di sebuah pegunungan. Di sana ia tinggal di sebuah istana
megah yang dikelilingi oleh taman bunga dan buah yang sangat indah. Di
dalam taman itu terdapat sebuah kolam permandian yang bersih dan sangat
jernih airnya. Pada suatu hari, saat gerimis tampak pelangi di atas
rumah Anak Raja. Kemudian tercium aroma harum semerbak. Si Anak Raja
mencari-cari asal bau itu. Ia memasuki setiap ruangan di dalam rumahnya.
Namun, asal aroma harum semerbak itu tidak ditemukannya. Oleh karena
penasaran dengan aroma itu, ia terus mencari asalnya sampai ke halaman
rumah. Sesampai di taman, aroma yan dicari itu tak juga ia temukan.
Justru, ia sangat terkejut dan kesal, karena buah dan bunga-bunganya
banyak yang hilang. ?Siapa pun pencurinya, aku akan menangkap dan
menghukumnya!? setengah berseru Anak Raja itu berkata dengan geram. Ia
kemudian berniat untuk mencari tahu siapa sebenarnya yang telah berani
mencuri bunga-bunga dan buahnya tersebut.
Suatu
sore, si Anak Raja sengaja bersembunyi untuk mengintai pencuri bunga
dan buah di tamannya. Tak lama, muncullah pelangi warna-warni yang
disusul tujuh ekor merpati terbang berputar-putar dengan indahnya. Anak
Raja terus mengamati tujuh ekor merpati itu. Tanpa diduganya, tiba-tiba
tujuh ekor merpati itu menjelma menjadi tujuh bidadari cantik. Rupanya
mereka hendak mandi-mandi di kolam Anak Raja. Sebelum masuk ke dalam
kolam, mereka bermain-main sambil memetik bunga dan buah sesuka hatinya.
Anak
Raja terpesona melihat kencantikan ketujuh bidadari itu. ?Ya Tuhan!
Mimpikah aku ini? Cantik sekali gadis-gadis itu,? gumam Anak Raja dengan
kagum. Kemudian timbul keinginannya untuk memperistri salah seorang
bidadari itu. Namun, ia masih bingung bagaimana cara mendapatkannya.
?Mmm...aku tahu caranya. Aku akan mengambil salah satu selendang mereka
yang tergeletak di pinggir kolam itu,? pikir Anak Raja sambil
mengangguk-angguk.
Sambil
menunggu waktu yang tepat, ia terus mengamati ketujuh bidadari itu.
Mereka sedang asyik bermain sambil memetik bunga dan buah sesuka
hatinya. Mereka terlihat bersendau-gurau dengan riang. Saat itulah, si
Anak Raja memanfaatkan kesempatan. Dengan hati-hati, ia berjalan
mengendap-endap dan mengambil selendang miliki salah seorang dari
ketujuh bidadari itu, lalu disembunyikannya. Setelah itu, ia kembali
mengamati para bidadari yang masih mandi di kolam.
Setelah
puas mandi dan bermain-main, ketujuh bidadari itu mengenakan
selendangnya kembali. Mereka harus kembali ke Kahyangan sebelum pelangi
menghilang. Pelangi adalah satu-satunya jalan kembali ke Kahyangan.
Namun Bidadari Bungsu tidak menemukan selendangnya. Ia pun tampak
kebingungan mencari selendangnya. Keenam bidadari lainnya turut membantu
mencari selendang adiknya. Sayangnya, selendang itu tetap tidak
ditemukan. Padahal pelangi akan segera menghilang.
Akhirnya
keenam bidadari itu meninggalkan si Bungsu seorang diri. Bidadari
Bungsu pun menangis sedih. ?Ya Dewa Agung, siapa pun yang menolongku,
bila laki-laki akan kujadikan suamiku dan bila perempuan akan kujadikan
saudara!? seru Bidadari Bungsu. Tak lama berseru demikian, terdengar
suara halilintar menggelegar. Pertanda sumpah itu didengar oleh para
Dewa.
Melihat Bidadari Bungsu tinggal sendirian, Anak Raja pun keluar dari persembunyiannya, lalu menghampirinya.
"Hai, gadis cantik! Kamu siapa? Mengapa kamu menangis?" tanya Anak Raja pura-pura tidak tahu.
"Aku Kencana, Tuan! Aku tidak bisa pulang ke Kahyangan, karena selendangku hilang, "jawab Bidadari Bungsu.
"Kalau begitu, tinggallah bersamaku. Aku belum berkeluarga," kata Anak Raja seraya bertanya, "Maukah kamu menjadi istriku?"
Sebenarnya
Kencana sangat ingin kembali ke Kahyangan, namun selendangnya tidak ia
temukan, dan pelangi pun telah hilang. Sesuai dengan janjinya, ia pun
bersedia menikah dengan Anak Raja yang telah menolongnya itu. Akhirnya,
Kencana tinggal dan hidup bahagia bersama dengan Anak Raja.
Kencana
dan Anak Raja dikaruniai seorang anak laki-laki. Maka semakin
lengkaplah kebahagiaan mereka. Mereka mengasuh anak itu dengan penuh
perhatian dan kasih-sayang. Selain mengasuh dan mendidik anak, Kencana
juga sangat rajin membersihkan rumah.
Pada
suatu hari, Kencana membersihkan kamar di rumah suaminya. Tanpa
sengaja ia menemukan selendang miliknya yang dulu hilang. Ia sangat
terkejut, karena ia tidak pernah menduga jika yang mencuri selendangnya
itu adalah suaminya sendiri. Ia merasa kecewa dengan perbuatan
suaminya itu. Karena sudah menemukan selendangnya, Kencana pun berniat
untuk pulang ke Kahyangan.Saat suaminya pulang, Kencana menyerahkan
anaknya dan berkata, ?Suamiku, aku sudah menemukan selendangku. Aku
harus kembali ke Kahyangan menemui keluargaku. Bila kalian
merindukanku, pergilah melihat pelangi!?
Saat
ada pelangi, Kencana pun terbang ke angkasa dengan mengipas-ngipaskan
selendangnya menyusuri pelangi itu. Maka tinggallah Anak Raja bersama
anaknya di bumi. Setiap ada pelangi muncul, mereka pun memandang pelangi
itu untuk melepaskan kerinduan mereka kepada Kencana. Kemudian oleh
mayarakat setempat, pendukung cerita ini, gerakan Kencana
mengipas-ngipaskan selendangnya itu diabadikan ke dalam gerakan-gerakan
Tari Patuddu, salah satu tarian dari daerah Mandar, Sulawesi Barat.
* * *
Cerita
rakyat di atas termasuk ke dalam cerita teladan yang mengandung
pesan-pesan moral. Salah satu pesan moral yang terkandung di dalamnya
adalah anjuran meninggalkan sifat suka mengambil barang milik orang
lain. Sifat yang tercermin pada perilaku ketujuh bidadari dan Anak Raja
tersebut sebaiknya dihindari. Ketujuh bidadari telah mengambil
bunga-bunga dan buah-buahan milik si Anak Raja tanpa sepengetahuannya.
Demikian pula si Anak Raja yang telah mengambil selendang salah seorang
bidadari tanpa sepengetahuan mereka, sehingga salah seorang bidadari
tidak bisa kembali ke Kahyangan. Sebaliknya, Anak Raja harus ditinggal
pergi oleh istrinya, Bidadari Bungsu, ketika si Bungsu menemukan
selendangnya yang telah dicuri oleh suaminya itu. Itulah akibat dari
perbuatan yang tidak dianjurkan ini.
Mengambil
hak milik orang lain adalah termasuk sifat tercela. Bahkan dalam
ajaran sebuah agama disebutkan, mengambil dan memakan harta orang lain
dengan cara semena-mena, sama artinya dengan memakan harta yang haram.
Ada banyak cara yang dilakukan oleh seseorang untuk mengambil dan
memakan harta orang lain secara tidak halal, di antaranya mencuri,
merampas, menipu, kemenangan judi, uang suap, jual beli barang yang
terlarang dan riba. Kecuali yang dihalalkan adalah pengambilan dan
pertukaran harta dengan jalan perniagaan dan jual-beli yang dilakukan
suka sama suka antara si penjual dan si pembeli, tanpa ada penipuan di
dalamnya.
Setiap
agama menganjurkan kepada umatnya agar senantiasa menjunjung tinggi,
mengakui dan melindungi hak milik orang lain, asal harta tersebut
diperoleh dengan cara yang halal. Oleh karena itu, hendaknya jangan
memakan dan mengambil harta orang lain dengan jalan yang tidak halal.
Sumber: http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/43-Asal-Mula-Tari-Patuddu
0 komentar:
Posting Komentar