Agama-agama
samawi dan para ulama akhlak sangat menekankan masalah perenungan dan
pengenalan diri. Karena selama manusia tidak mengenal dirinya dan
mengetahui potensi serta kemampuannya baik secara fisik maupun mental,
maka dia tidak akan mengetahui kedudukannya yang sebenarnya di alam
semesta ini. Tanpa pengenalan diri, manusia tidak akan mengetahui
mengapa dia diciptakan. Oleh karena itu, dia juga tidak akan dapat
menalar kepribadian dan nilai-nilainya.
Dalam surat Al-Maidah ayat 105, Allah Swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ ۖلَا يَضُرُّكُم
مَّن ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ ۚإِلَى اللَّـهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا
فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya: "Hai
orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu
akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk.
Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."
Dalam ayat tersebut, orang-orang yang beriman ditekankan untuk mengenal
hakikat dirinya. Dalam berbagai riwayat juga ditekankan masalah makrifatun nafs
atau pengenalan diri sebagai jembatan untuk mencapai makrifat tentang
wujud kesempurnaan mutlak Allah Swt. Imam Ali as dalam hal ini
mengatakan, "Barang siapa mengenal dirinya, maka dia telah mengenal
Tuhannya." Karena manusia yang mengenal sifat-sifat dan potensi dirinya,
maka tidak mungkin dia meninggalkan introspeksi diri. Adapun selama
manusia belum mampu mengintrospeksi dirinya, maka dia akan tenggelam
dalam urusan materi dan hawa nafsu, serta tidak dapat mengenal alam
spiritualitas dan Allah Swt.
Al-Quran telah memberikan banyak penjelasan tentang hakikat wujud manusia. Allah Swt dalam surat Shad berfirman:
فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِن رُّوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
Artinya: "Maka
apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh
(ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya".
Dengan demikian, ketika manusia memahami bahwa hakikat ruhnya adalah
ruh Allah Swt dan merupakan makhluk yang paling dekat dengan-Nya, maka
dia akan merasakan kebanggaan yang luar biasa besar. Memahami hal
tersebut, manusia akan mengetahui betapa tinggi derajatnya dan tidak
akan mengorban derajat tersebut demi mendekati kenistaan. Dengan kata
lain, memahami kesucian hakikatnya, manusia juga akan dapat memahami
dengan baik nilai-nilai akhlak dan sosial.
Dalam surat Al-Mukminun ayat 14, Allah Swt berfirman:
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً
فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ
أَنشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚفَتَبَارَكَ اللَّـهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
Artinya: "Kemudian
air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian
Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik."
Alalh Swt juga
telah menjelaskan bahwa seluruh yang ada di langit dan bumi, semuanya
diciptakan untuk manusia dan diamanahkan kepadanya. Dalam surat
Al-Luqman ayat 20, Allah Swt berfirman:
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّـهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي السَّمَاوَاتِ
وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً
ۗوَمِنَ النَّاسِ مَن يُجَادِلُ فِي اللَّـهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلَا هُدًى
وَلَا كِتَابٍ مُّنِيرٍ
Artinya: "Tidakkah kamu perhatikan
sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di
langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir
dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan)
Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi
penerangan."
Pada hakikatnya, Al-Quran
menjelaskan kepada manusia bahwa dia bukan makhluk yang tercipta secara
kebetulan seperti akibat dari benturan atom dan molekul. Melainkan
diciptakan dan terpilih sebagai makhluk terunggul di alam semesta ini.
Oleh karena itu, manusia pula yang mengemban risalah dan kepemimpinan.
Seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 30:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ
خَلِيفَةً ۖقَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ
الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖقَالَ إِنِّي
أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Artinya: "Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
Al-Quran menyebut manusia sebagai makhluk terunggul serta khalifah Allah
Swt di muka bumi bahkan para malaikat pun bersujud kepadanya. Akan
tetapi pada saat yang sama, Al-Quran juga menjelaskan kelemahan,
ketergesaan, kesombongan dan ketamakan yang dimiliki manusia. Manusia
memiliki potensi untuk berkembang dan sempurna, namun pada saat yang
sama juga berpotensi menyimpang dan tergelincir. Manusia berada di
antara dua pilihan untuk sempurna atau tersesat. Jika memilih untuk
mencapai kesempurnaan, maka para malaikat tidak akan dapat
menandinginya, namun jika memilih jalan kegelapan, maka manusia akan
lebih hina dari binatang.
Mengetahui potensi,
kemampuan dan kekuatannya sendiri, akan menjadi sumber seluruh amal
perilakunya menuju kesempunaan. Kemampuan manusia memilih itu sendiri
yang akan menjadi alasan mengapa dia akan dimintai pertanggung jawaban
atas perbuatannya. Semakin dalam manusia mengenali dirinya, maka semakin
banyak pula potensi yang akan terbuka baginya. Ketika manusia telah
mengenali diri dan kepribadiannya, maka pencapaian menuju kesempurnaan
sudah bukan lagi menjadi opsi melainkan keharusan baginya.
Pada awal penciptaannya dari setetes benih kecil dan tidak berarti,
ketika masuk ke alam rahim, dengan cepat dia berubah dan sempurna secara
fisik. Sperma yang tidak bernilai itu dengan cepat berubah menjadi
manusia yang utuh. Menurut seorang pakar, "Kota yang besar ini dengan
ribuan pintu dan gerbang yang menarik, ribuan pabrik, gudang, jaringan
pipa, serta berbagai pusat kontrol, hubungan yang rumit dan berbagai
tugasnya, pada sebuah sel, termasuk di antara kota terumit dan
menakjubkan yang jika kita ingin membangun kota tersebut dengan kinerja
yang sama, maka kita memerlukan puluhan ribu hektar, berbagai pabrik dan
gedung serta mesin yang sangat rumit untuk mewujudkannya. Akan tetapi
menariknya, alam penciptaan mewujudkan semuanya dalam ukuran 15 juta
mikromilimeter."
Jantung, ginjal, paru-paru, dan
purluhan ribu kilometer urat dan cabangnya, bertugas menyalurkan air dan
makanan untuk lebih dari 100 trilyun lebih sel dalam tubuh manusia.
Manusia juga memiliki berbagai indera yang masing-masingnya merupakan
tanda kebesaran Allah Swt. Lebih menariknya lagi, ini semua hanya satu
bagian dari wujud manusia yaitu dimensi materi. Akan tetapi, ruh manusia
hingga kini masih menjadi alam yang tidak dapat dinalar oleh akal. Oleh
karena itulah, dengan sendirinya manusia mengucapkan tasbih dan pujian
kepada Allah Swt atas kebesaran-Nya.
Pengenalan
hakiki manusia terhadap dirinya akan menggiringnya untuk mengenal Allah
Swt yang merupakan wujud kesempurnaan mutlak. Akan tetapi perlu
diperhatikan pula bahwa untuk mengenal wujud Allah Swt, tidak bisa
dengan menggunakan sarana atau alat materi, melainkan dengan menggunakan
pemahaman, makrifat dan merenungi tanda-tanda kebesaran-Nya. Sama
seperti ketika kita merasakan panas pada sebuah benda yang menjadi
sumber panas, begitu pula dengan sumber-sumber cahaya, suara dan
lain-lain. Oleh karena itu, manusia juga dapat mencapai makrifat wujud
Allah Swt dengan merenungi dan memahami berbagai tanda kebesaran Allah
Swt di alam semesta. Di antara sekian banyak tanda-tanda kebesaran Allah
Swt, tidak ada yang lebih baik untuk dipahami manusia kecuali wujudnya
sendiri. Jika seseorang tidak dapat mengenali dirinya, maka dia juta
tidak akan pernah mengenal yang lain.
Keyakinan
bahwa manusia adalah makhluk paling unggul dan ada tujuan di balik
pemilihan keunggulannya tersebut, akan menciptakan sebuah pengaruh pada
dirinya. Dengan mengenal hakikatnya, manusia akan terdorong untuk
mencapai kesempurnaan dan menjauhkan dirinya dari segala keburukan.
Manusia akan menemukan hakikat paling esensial dalam dirinya.
Penyingkapan hakikat tersebut secara otomatis akan mendorongnya untuk
menghindari kehinaan dan kelemahan. Ketika dia memahami nilainya, maka
sekali pun dia tidak mengijinkan noda kenistaan pada wujudnya. Setelah
itu, dia akan mampu mengubah esensi setiap kecenderungan dalam dirinya.
Kecenderungan seperti kecintaan pada harta, kedudukan, jabatan, kekuatan
dan popularitas.
Yang pasti, manusia yang telah
menyadari bahwa dirinya adalah khalifah Allah Swt di muka bumi, akan
mengerahkan seluruh daya dan potensi dalam dirinya untuk mencapai tujuan
yang bernilai. Manusia seperti ini, jika menerima sesuatu, tidak akan
menggunakannya untuk pribadi melainkan demi mewujudkan tujuan-tujuan
penciptaannya. Di sisi lain, ketika kehilangan sarana maupun kekayaan
materi, dia tidak merasa kehilangan dan kesedihan. Karena dia telah
memiliki ruh dan makrifat yang sangat berharga dan bernilai. Seperti ini
pula penjelasan jika manusia telah mengenal dirinya maka dia telah
mengenal Tuhannya.
Semoga Bermanfaat
Sumber: http://lantora-kalawa.blogspot.com/2013/08/hakikat-wujud-allah-swt-dalam-diri.html