Ketika itu Rasulullah Shallahu 'Alaihi
Wa Sallam sedang mengadakan perjalanan dengan beberapa sahabatnya.
Sebut saja kala itu sedang melakukan safari dakwah. Tiba-tiba rombongan
itu dicegat oleh seorang Muslim, yang kemudian memohon Rasulullah
Shallahu 'Alaihi Wa Sallam agar berkenan mampir dulu ke rumahnya. Maksud
yang bersangkutan ternyata ingin menjamu rombongan tersebut.
Rasulullah Shallahu 'Alaihi Wa
Sallam tidak mau membuatnya kecewa. Oleh karena itu, dengan senang hati
beliau mengabulkan keinginan sahabatnya tersebut. Namun, setibanya di
rumah sahabat itu, ternyata hidangan belum siap disantap. Dengan kata
lain makanannya belum matang. Bahkan, kambingnya pun belum dipotong.
Karena demikian halnya, salah
seorang dan mereka meminta izin Rasulullah Shallahu 'Alaihi Wa Sallam.
untuk membantu menyembelihkan kambing itu. Rasulullah Shallahu 'Alaihi
Wa Sallam mengangguk tanda setuju. Seorang lagi mengatakan, bahwa ia
akan mengulitinya. Sementara yang lainnya menyanggupi untuk
mencincangnya. Ada pula yang menyediakan tenaga untuk memasaknya
sehingga kemudian siap untuk dinikmati bersama. Semua itu dilakukan,
boleh jadi karena mereka khawatir ketinggalan dalam beramal.
Rasulullah Shallahu 'Alaihi Wa
Sallam amat senang mendengar kesediaan para sahabat untuk berpartisipasi
sesuai dengan kesanggupan masing-masing. Tidak lama kemudian Rasulullah
Shallahu 'Alaihi Wa Sallam berkata, "Baiklah, sekarang kerjakan tugas
kalian masing-masing. Aku pun akan membantu kalian dengan mencari kayu
bakarnya."
Keruan saja para sahabat
terperanjat mendengar ucapan Rasulullah Shallahu 'Alaihi Wa Sallam
tersebut. Tidak heran kalau hampir secara bersamaan mereka berkata, "Ya
Rasulullah, jangan lakukan itu. Biarkan kami yang mengerjakannya. Engkau
mengetahui bahwa tenaga kami pun cukup untuk semua itu!"
Memang benar, tanpa keterlibatan
Rasulullah Shallahu 'Alaihi Wa Sallam pun, urusan itu bisa selesai.
Namun, beliau tetap melakukannya. Seraya mengapresiasi keikhlasan
mereka, beliau menjelaskan, "Alimtu annakum takjunani, walakinni akrahu
an atamayyaza 'alaykum. Wa'lam annallaha yakrahu 'abdahu mumayyazan
bayna ashhabih" (Aku tahu wahai para sahabat, bahwa tanpa kontribusiku,
tenaga kalian cukup untuk pekerjaan yang satu ini. Akan tetapi, aku
tidak suka jika diistimewakan lebih dan kalian. Dan ketahuilah, bahwa
sesungguhnya Allah Subhana Wa Ta'ala tidak menyenangi hamba-Nya, yang
ingin mendapat perlakuan khusus di antara sahabat-sahabatnya).
Dengan mencermati kisah tersebut, kita sampai pada kesimpulan bahwa Rasulullah
Shallahu 'Alaihi Wa Sallam adalah tipe seorang pemimpin yang tidak
sekadar siap bekerja sama dengan para sahabatnya. Melainkan juga seorang
panutan yang tidak suka diperlakukan secara istimewa. Mengapa
demikian? Sebab Rasulullah Shallahu 'Alaihi Wa Sallam sangat paham
betul, bahwa siapa pun yang menginginkan perlakuan seperti itu, pada
hakikatnya ia sedang mempersiapkan diri untuk menerima kemurkaan Allah
Subhana Wa Ta'ala.
Sumber: http://mushollarapi.blogspot.com/2011/11/orang-yang-istimewa-tak-mau.html