Pengertian Wudhu dan Tata Cara Pelaksanaannya

Segala puji hanya kembali dan milik Allah Tabaroka wa Ta’ala, hidup kita, mati kita hanya untuk menghambakan diri kita kepada Dzat yang tidak membutuhkan sesuatu apapun dari hambanya. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah, Muhammad bin Abdillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, beserta keluarga dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum.

Kedudukan wudhu dalam sholat
Wudhu merupakan suatu hal yang tiada asing bagi setiap muslim, sejak kecil ia telah mengetahuinya bahkan telah mengamalkannya. Akan tetapi apakah wudhu yang telah kita lakukan selama bertahun-tahun atau bahkan telah puluhan tahun itu telah benar sesuai dengan apa yang diajarkan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam? Karena suatu hal yang telah menjadi konsekwensi dari dua kalimat syahadat bahwa ibadah harus ikhlas mengharapkan ridho Allah dan sesuai sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam. Demikian juga telah masyhur bagi kita bahwa wudhu merupakan syarat sah sholat[1], yang mana jika syarat tidak terpenuhi maka tidak akan teranggap/terlaksana apa yang kita inginkan dari syarat tersebut. Sebagaimana sabda Nabi yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam,

« لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ »

“Tidak diterima sholat orang yang berhadats sampai ia berwudhu”.

Demikian juga dalam juga Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan kepada kita dalam KitabNya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”. (QS Al Maidah [5] : 6).

Maka marilah duduk bersama kami barang sejenak untuk mempelajari shifat/tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam.


Pengertian Wudhu
Wudu (Arab: الوضوء al-wuḍū', Persian:آبدست ābdast, Turkish: abdest, Urdu: وضو wazū') adalah salah satu cara mensucikan anggota tubuh dengan air. Seorang muslim diwajibkan bersuci setiap akan melaksanakan salat. Berwudu bisa pula menggunakan debu yang disebut dengan tayammum.

Secara bahasa wudhu berarti husnu/keindahan dan nadhofah/kebersihan, wudhu untuk sholat dikatakan sebagai wudhu karena ia membersihkan anggota wudhu dan memperindahnya[3]. Sedangkan pengertian menurut istilah dalam syari’at, wudhu adalah peribadatan kepada Allah ‘azza wa jalla dengan mencuci empat anggota wudhu[4] dengan tata cara tertentu. Jika pengertian ini telah dipahami maka kita akan mulai pembahasan tentang syarat, hal-hal wajib dan sunnah dalam wudhu secara ringkas.



Penggunaan air 
Jenis air yang diperkenankan
  •  Air hujan,
  •  Air sumur,
  •  Air terjun, laut atau sungai
  •  Air dari lelehan salju atau es batu
  •  Air dari tangki besar atau kolam

Jenis air yang tidak diperkenankan

- Air yang tidak bersih atau ada najis
- Air sari buah atau pohon
- Air yang telah berubah warna, rasa dan bau dan menjadi pekat karena sesuatu telah direndam didalamnya
- Air dengan jumlah sedikit (kurang dari 1000 liter) yang terkena sesuatu yang tidak bersih seperti urin, darah atau minuman anggur atau ada seekor binatang mati didalamnya
- Air bekas Wudu
Air bekas wudu apabila sedikit, maka tidak boleh digunakan, dan termasuk sebagai air musta'mal, sebagaimana hadits: Abdullah bin Umar ra. Mengatakan, “Rasulullah SAW telah bersabda: “Jika air itu telah mencapai dua qullah, tidak mengandung kotoran. Dalam lafadz lain: ”tidak najis”. (HR Abu Dawud, Tirmidhi, Nasa’i, Ibnu Majah)

Menurut pendapat 4 Mahzab:
1. Ulama Al-Hanafiyah
Menurut mazhab ini bahwa yang menjadi musta’mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta’mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa wudu` atau mandi. Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (wudu` untuk salat atau mandi wajib) atau untuk qurbah. Maksudnya untuk wudu sunnah atau mandi sunnah. Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi musta’mal. Bagi mereka, air musta’mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudu atau mandi.

2. Ulama Al-Malikiyah
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats baik wudu atau mandi. Dan tidak dibedakan apakah wudu` atau mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan khabats (barang najis). Dan sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan ‘bahwa yang musta’mal hanyalah air bekas wudu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang. Namun yang membedakan adalah bahwa air musta’mal dalam pendapat mereka itu suci dan mensucikan. Artinya, bisa dan sah digunakan digunakan lagi untuk berwudu` atau mandi sunnah selama ada air yang lainnya meski dengan karahah (kurang disukai).

3. Ulama Asy-Syafi`iyyah
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air sedikit yang telah digunakan untuk mengangkat hadats dalam fardhu taharah dari hadats. Air itu menjadi musta’mal apabila jumlahnya sedikit yang diciduk dengan niat untuk wudu atau mandi meski untuk untuk mencuci tangan yang merupakan bagian dari sunnah wudu. Namun bila niatnya hanya untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudu, maka belum lagi dianggap musta’mal. Termasuk dalam air musta’mal adalah air mandi baik mandinya orang yang masuk Islam atau mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila. Dan air itu baru dikatakan musta’mal kalau sudah lepas atau menetes dari tubuh. Air musta’mal dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudu atau untuk mandi atau untuk mencuci najis. Karena statusnya suci tapi tidak mensucikan.

4.Ulama Al-Hanabilah
Air musta’mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci dari hadats kecil (wudu`) atau hadats besar (mandi) atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang terakhir dari 7 kali pencucian. Dan untuk itu air tidak mengalami perubahan baik warna, rasa maupun aromanya. Selain itu air bekas memandikan jenazah pun termasuk air musta’mal. Namun bila air itu digunakan untuk mencuci atau membasuh sesautu yang di luar kerangka ibadah, maka tidak dikatakan air musta’mal. Seperti menuci muka yang bukan dalam rangkaian ibadah ritual wudu. Atau mencuci tangan yang juga tidak ada kaitan dengan ritual ibadah wudu`.

    Air yang tersisa setelah binatang haram meminumnya seperti anjing, babi atau binatang mangsa
    Air yang tersisa oleh seseorang yang telah mabuk karena khamr (minuman keras)

Hukum

Wudu wajib dilakukan ketika hendak melakukan ibadah salat dan thawaf. Sebagaimana firman Allah SWT dan hadits berikut:

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat maka basuhlah mukamu, kedua tanganmu sampai siku dan sapulah kepalamu serta basuhlah kedua kakimu sampai mata kaki." (Q.S. Al-Maidah : 6).

"Dari Rasulullah saw. beliau bersabda: Salat salah seorang di antara kalian tidak akan diterima apabila ia berhadas hingga ia berwudu." (H.R. Abu Hurairah ra).

Berwudu sebelum membaca Al-Qur'an, saat hendak tidur, dan perbuatan baik lainnya hukumnya adalah sunnat, dan makruh saat akan tidur atau hendak makan dalam keadaan junub.
Syarat

Ada 5 (lima) syarat untuk berwudu;
1. Islam
2. Sudah Baliqh
3. Tidak berhadas besar
4. Memakai air yang mutlak (suci dan dapat dipakai mensucikan)
5. Tidak ada yang menghalangi sampainya kekulit, seperti tinta, cat, dan lain-lain

Rukun

Rukun berwudu ada 6 (enam);

Berniat untuk wudu, dan melafadzkan
"Nawaitul wudluua liraf'il hadatsil ashghari fardlallillaahi ta'aalaa.", artinya : "Aku niat berwudlu' untuk menghilangkan hadats kecil fardu karena Allah"

- Membasuh muka (dengan merata)
- Membasuh tangan hingga sampai dengan kedua siku (dengan merata)
- Mengusap sebagian kepala
- Membasuh kaki hingga sampai dengan kedua mata kaki (dengan merata)
- Tertib (berurutan)
- istija sebelum wudlu
- tamyiz

Sempurna

Dalam mencapai kesempurnaan wudu, Rasulullah SAW telah memberikan contoh yang selayaknya kita ikuti, sebagaimana kutipan hadits berikut:

Selesai salat Subuh, Rasulullah SAW bertanya kepada Bilal: "Wahai Bilal! Ceritakan kepadaku tentang perbuatan yang paling bermanfaat yang telah kamu lakukan setelah memeluk Islam. Karena semalam aku mendengar suara langkah sandalmu di depanku dalam surga". Bilal berkata: "Aku tidak pernah melakukan suatu amalan yang paling bermanfaat setelah memeluk Islam selain aku selalu berwudu dengan sempurna pada setiap waktu malam dan siang kemudian melakukan salat sunat dengan wuduku itu sebanyak yang Allah kehendaki". (H.R. Abu Hurairah ra).

Berikut ini adalah cara menyempurnakan wudu, yang mana termasuk hal-hal yang disunnahkan:

- Mendahulukan bagian tubuh yang sebelah kanan
- Mengulagi masing-masing anggota wudu sebanyak 3 (tiga) kali
- Tidak berbicara
- Menghadap kiblat
- Niat
- Membaca basmalah (dalam hati atau melafadzkannya)
- Membasuh telapak tangan sampai pergelangan
- Menggosok gigi (bersiwak)
- Berkumur
- Membersihkan hidung (memasukkan air kehidung kemudian dibuang kembali)
- Membasuh muka (dengan merata)
- Membasuh tangan hingga sampai dengan kedua siku (dengan merata)
- Mengusap sebagian kepala
- Membasuh telinga kanan&kiri
- Mengusap kedua telinga bagian luar dan dalam
- Membasuh kaki hingga sampai dengan kedua mata kaki (dengan merata)
- Membaca doa sesudah berwudu.

"Asyhadu an laa ilaaha illalaahu wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa Rasuuluh, Allahummaj'alnii minat tawwaa biinaa waj'alnii minal mutathahhiriin.", artinya: "Aku bersaksi bahwa Tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad itu adalah hamba-Nya dan rasul-Nya. Ya allah, masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang bertaubat, dan masukkanlah ke dalam golongan orang-orang yang suci."

Kemudian dilanjutkan dengan salat sunnat wudu sebanyak 2 (dua) raka'at.

Bahwa Ia (Usman ra.) minta air lalu berwudu. Ia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali lalu berkumur dan mengeluarkan air dari hidung. Kemudian membasuh wajahnya tiga kali, lantas membasuh tangan kanannya sampai siku tiga kali, tangan kirinya juga begitu. Setelah itu mengusap kepalanya, kemudian membasuh kaki kanannya sampai mata kaki tiga kali, begitu juga kaki kirinya. Kemudian berkata: "Aku pernah melihat Rasulullah saw. berwudu seperti wuduku ini, lalu beliau bersabda: Barang siapa yang berwudu seperti cara wuduku ini, lalu salat dua rakaat, di mana dalam dua rakaat itu ia tidak berbicara dengan hatinya sendiri, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni." (H.R. Usman bin Affan ra).

Tertib (berurutan)

Pembatal Wudu

Ada beberapa perkara atau hal yang dapat membatalkan syahnya wudu, diantaranya adalah:
- Keluar sesuatu dari lubang kelamin dan anus, berupa tinja, kencing, kentut, semua hadats besar seperti keluarnya air mani, jima', haid, nifas,
- Tidur lelap (dalam keadaan tidak sadar),
- Hilangnya akal karena mabuk, pingsan dan gila.
- Memakan daging unta.



TATA CARA BERWUDHU

Dari Humran bekas budak Utsman, bahwa bin Affan r.a. meminta air wudhu'. (Setelah dibawakan), ia berwudhu', ia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidungnya, kemudian mencuci wajahnya tiga kali, lalu membasuh tangan kanannya sampai siku tiga kali, kemudian membasuh tangannya yang kiri tiga kali seperti itu juga, kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kakinya yang kanan sampai kedua mata kakinya tiga kali kemudian membasuh yang kiri seperti itu juga. Kemudian mengatakan, "Saya melihat Rasulullah saw. (biasa) berwudhu' seperti wudhu'ku ini lalu Rasulullah bersabda, "Barang siapa berwudhu' seperti wudhu'ku ini kemudian berdiri dan ruku' dua kali dengan sikap tulus ikhlas, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." Ibnu Syihab berkata, "Adalah ulama-ulama kita menegaskan, ini adalah cara wudhu' yang paling sempurna yang (seyogyanya) dipraktikkan setiap orang untuk shalat." (Muttafaq 'alaih : Muslim I:204 no:226, dan ini redaksinya, Fathul Bahri I:266 no:164, 'Aunul Ma'bud I:180 no:106 dan Nasa'i I:64).


Syarat-Syarat Sahnya Wudhu'

1. Niat, berdasar sabda Nabi saw., "Sesungguhnya segala amal hanyalah bergantung pada niatnya." (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari, I:9 no:1, Muslim III:1515 no:1907, Aunul Ma'bud VI:284 no:2186, Tirmidzi III: 100 no:169, Ibnu Majah II:1413 no:4227, Nasa'i I:59). Tidak pernah disyariatkan melafadzkan niat karena tidak ada dalil yang shahih dari Nabi saw. yang menganjurkannya.

2. Mengucapkan basmalah, karena ada hadits Nabi saw., " Tidak sah shalat bagi orang yang tidak berwudhu' (sebelumnya) dan tidak sah wudhu' bagi orang yang tidak menyebut, Bismillah" (sebelumnya)." (Hadits hasan: Shahihu Ibnu Majah no: 320 'Aunul Ma'bud I:174 no:101 dan Ibnu Majah I:140 no:399).

(Di samping itu, ada dua riwayat lain yang menerangkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tawadhdha-uu-bibismillahi (Berwudhu'lah dengan (menyebut) nama Allah," Lihat Nasai'i, kitab thaharah no: 61 bab : mengucapkan basmallah ketika akan berwudhu', dan Musnad Imam Ahmad III:165 (pent.))

3.Muwalah (Berturut-turut) tidak diselingi oleh pekerjaan lain, berdasarkan hadits Khalid bin Ma'dan, "Bahwa Nabi saw. pernah melihat seorang laki-laki tengah mengerjakan shalat, sedang di punggung kakinya dan sebesar uang dirham yang tidak tersentuh air wudhu', maka Nabi saw. menyuruhnya agar mengualngi wudhu' dan shalatnya." (Shahih: Shahih Abu Daud no: 161 dan 'Aunul Ma'bud I: 296 no:173).


Hal-Hal yang Fardhu dalam Wudhu'

1. Membasuh wajah termasuk berkumur-kumur dan membersihkan hidung.

2. Mencuci kedua tangan sampai kedua siku-siku. (Dalam Al Umm I:25 Syafil menegaskan ”Selamanya tidak dianggap cukup membasuh kedua tangan kecuali dengan membasuh tangan dan punggungnya secara keseluruhan sampai ke siku-siku. Jika ada bagian darinya yang tertinggal walaupun kecil sekali, maka dianggap tidak sah membasuh tangannya. Selesai”)

3. Mengusap seluruh kepala, dan kedua telinga termasuk bagian dari kepala.

4. Membasuh kedua kaki hingga kedua mata kaki, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku dan usaplah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kakimu." (Al-Maaidah : 6).

Adapun berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) termasuk bagian dari muka sehingga wajib dilakukan karena Allah Ta’ala telah memerintahkan di dalam kitab-Nya yang mulia membasuh muka. Di samping itu, telah sah dari Nabi saw., beliau terus menerus melakukan kumur dan istinsyaq setiap kali berwudhu’.

Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh seluruh sahabatnya yang meriwayatkan dan menerangkan tata cara wudhu’ Nabi saw., sehingga secara keseluruhan itu menunjukkan bahwa membasuh wajah yang diperintahkan di dalam al-Qur’an meliputi berkumur-kumur dan istinsyaq (as-Sailal Jarrar I:81)

Lagi pula ada sabda Nabi saw. yang memerintah berikumur-kumur dan istinsyaq memasukkan air ke dalam hidung.
”Apabila seorang di antara kamu berwudhu’, maka masukkanlah air ke dalam hidungnya, lalu keluarkanlah!” (Shahih : Shahihul Jami’us Shaghir no:443, ‘Aunul Ma’bud I:234 no:140 dan Nasa’i I:66).

Dan sabda beliau saw. yang lain, ”Bersungguh-sungguhlah dalam melakukan istinsyaq, kecuali sedang berpuasa.” (Shahih: Shahih Abu Daud no:129 dan 131, Aunul Ma’bud I:236 no: 142 dan 144).

Dalam hadits yang lain, beliau saw. bersabda juga, ”Apabila kamu berwudhu’, maka hendaklah berkumur-kumur.” (Shahih: sama dengan di atas).

Adapun tentang wajibnya mengusap seluruh kepala, yaitu karena perintah mengusap kepala di dalam Al-Qur’an bersifat mujmal (global), maka bayan (penjelasannya) dikembalikan kepada sunnah Nabi saw.. Sudah tegas dalam riwayat Bukhari, Muslim dan selain keduanya bahwa Nabi saw. mengusap seluruh kepalanya. Dan dalam hal ini terdapat dalil yang tegas yang menunjukkan wajibnya mengusap seluruh kepala secara sempurna.

Jika ada yang berpendapat, bahwa ada riwayat yang shahih dari al-Mughirah, bahwa Nabi saw. pernah mengusap ubun-ubunnya dan di atas surbannya?

Maka jawabannya: Rasulullah saw. mencukupkan mengusap di atas ubun-ubunnya, karena beliau menyempurnakan dengan mengusap sisa kepalanya di atas surbannya. Dan, penulis berpendapat demikian dan di dalam riwayat al-Mughirah tersebut tidak terdapat syarat yang menunjukkan bolehnya mengusap hanya di atas ubun-ubun saja atau sebagian kepala saja tanpa menyempurnakan di atas surbannya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir II:24 dengan sedikit perubahan redaksi).

Walhasil, wajib mengusap seluruh kepala. Pengusap kepala jika mau boleh, mengusap di atas kepala saja atau di atas surban saja atau di atas kepala dan dilanjutkan di atas surban, ketiga cara tersebut shahih dan kuat (pernah dilakukan oleh Nabi saw.)

Adapun perihal dua telinga termasuk bagian dari kepala sehingga wajib pula diusap berdasarkan pada sabda Nabi saw., ”Dua telinga itu termasuk kepala.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 357 dan Ibnu Majah I:152 no:443).

5. Menyela-nyelakan air pada jenggot
Dari Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah saw. apabila berwudhu’, mengambil segenggam air, lalu memasukkannya ke belakang dagu, kemudian menyela-nyelakannya di antara jenggotnya, seraya bersabda, ”Beginilah yang Rabbku ‘Azza wa Jalla Perintahkan kepadaku.” (Shahih: Irwa’ul Ghalil no: 92. ‘Aunul Ma’bud I: 243 no:45, dan Baihaqi I:54).

6. Menyela-nyelakan air pada jari-jemari tangan dan kaki
Sebagaimana yang ditegaskan bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Sempurnakanlah wudhu’ dan sela-selakanlah (air) di antara jari-jemari dan bersungguh-sungguhlah dalam melakukan instinsyaq kecuali kamu dalam keadaan puasa.” (Shahih: Shahih Abu Daud no:129 dan 131 dan ‘Aunul Ma’bud I: 236 no:142 dan 144).


Sunnah-Sunnah Wudhu' (Hal-Hal yang Disunahkan Ketika Berwudhu')

1. Siwak, sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Kalaulah sekiranya aku tidak (khawatir) akan memberatkan umatku, niscaya kuperintahkan mereka bersiwak setiap kali wudhu.” (Shahih: Shahihul Jammi no:5316 dan al-Fathur Rabbani I:294 no:171).

2. Mencuci kedua telapak tangan tiga kali pada awal wudhu’, sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Utsman bin Affan r.a. yang mengisahkan wudhu’ Nabi saw. di mana dia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali. (Lihat masalah tata cara Wudhu’ pada halaman sebelumnya).

3. Kumur-kumur dan instinsyaq sekali jalan, tiga kali:
”Dari Abdullah bin Zaid r.a. tentang dia mengajarkan (tata cara) wudhu’ Rasulullah saw., di mana dia berkumur-kumur dan instisyaq dari satu telapak tangan. Dia berbuat demikian (sebanyak) tiga kali.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no:125, dan Muslim I:210 no:235).

4. Bersungguh-sungguh dalam berkumur-kumur dan istinsyaq: kecuali bagi orang yang berpuasa, berdasarkan hadits Nabi saw., ”Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq, kecuali kamu dalam keadaan berpuasa.” (Shahih: Shahih Abu Daud no:129 dan 131, ‘Aunul Ma’bud I:236 no:142 dan 144).

5. Mendahulukan anggota wudhu’ yang kanan daripada yang kiri karena ada hadits Aisyah r.a. yang mengatakan, ”Adalah Rasulullah saw. mencintai mendahulukan anggota yang kanan dalam hal mengenakan alas kaki, menyisir, bersuci dan dalam seluruh ihwahnya.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari I: 269 no:168, Muslim I: 226 no:268, Nasa’i I:78).
Di samping itu hadits Utsman yang menceritakan tata cara wudhu’ Nabi saw. di mana dia membasuh anggota yang kanan, lalu yang kiri.

6. Menggosok, karena ada hadits Abdullah bin Zaid yang mengatakan, ”Bahwa Nabi saw. pernah dibawakan dua sepertiga mud (air), kemudian beliau berwudhu’, maka beliapun menggosok kedua hastanya.” (Sanadnya shahih: Shahih Ibnu Khuzaimah I:62 no:118).

7. Membasuh tiga kali, tiga kali, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Utsman bin Affan ra (pada awal pembahasan wudhu’) bahwa Nabi SAW berwudhu’ tiga kali, namun ada juga riwayat yang sah yang menyatakan, ”Bahwa Nabi saw. pernah berwudhu’ satu kali satu dan kali dua kali dua kali.” (Hasan shahih: Shahih Abu Daud no:124, Fathul Bari I:258 no:158 dari hadits Abdullah bin Zaid ‘Aunul Ma’bud I:230 no:136, Tirmidzi I:31 no:43 dari hadits Abu Hurairah).

Dianjurkan pula kadang-kadang mengusap kepala lebih dari sekali (tiga kali) karena ada riwayat, dari Utsman bin Affan r.a. bahwa ia pernah mengusap kepadanya tiga kali seraya berkata, ”Saya pernah melihat Rasulullah saw. berwudhu’ (dengan mengusap kepala) begini.” (Hasan Shahih: Shahih Abu Dawud no:101 dan ‘Aunul Ma’bud I:188 no:110).

8. Tertib, karena kebanyakan cara wudhu’ Rasulullah saw. selalu dengan tertib sebagaimana yang telah disampaikan sejumlah sahabat yang meriwayatkan wudhu’ beliau saw. Akan tetapi, ada riwayat yang sah dari al-Miqdam bin Ma’dikariba ia berkata :

”Bahwa Rasulullah saw. pernah dibawakan air wudhu’, lalu beliau berwudhu’ membasuh kedua telapak tangannya tiga kali dan membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh kedua hastanya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan mengeluarkan air yang telah dimasukkan ke dalam hidung tiga kali, kemudian mengusap kepalanya dan dua telinganya.” (Shahih: Shahih Abu Daud no:112 dan ‘Aunul Ma’bud I:211 no:121).

9. Berdo’a sesudah wudhu’. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sabda Nabi saw. ”Tak seorangpun di antara kalian yang berwudhu’ dengan sempurna, lalu mengucapkan (do’a) ”Asyhadu allaa ilaaha illallahu wahdahu laa syariika lah, wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu wa rasuuluh (Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (yang patut diibadahi) keuali Allah semata tiada sekutu bagi-Nya; dan aku bersaksi, bahwa Muhammad hamba dan Rasul-Nya).” melainkan pasti dibukalah baginya pintu-pintu surga yang delapan, ia boleh masuk dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” (Shahih: Mukhtasharu Muslim No: 143 Muslim 1:209 no:234).

Kemudian Imam Tirmidzi menambahkan, ”Allahummaj'alni minat tawwaabiina waj'ani minal mutathahiriin (Ya, Allah, jadikahlah kami termasuk orang-orang yang tekun bertaubat dan jadikahlah kami termasuk orang-orang yang rajin bersuci).” (Shahih: Shahih Tirmidzi no:48 dan Tirmidzi I:38 no:55)

10. Dan dari Abu Sa’id al-Khudri bahwasannya Nabi bersabda, ”Barang siapa berwudhu’ lalu membaca, ”Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji bagi-Mu aku bersaksi bahwasannya tiada sesembahan yang sebenarnya kecuali Engkau, aku mohon ampunan dan bertaubat pada-Mu", niscaya dicatat pada sebuah lembaran kemudian dicetak dengan sebuah cetakan lalu tidak dipecahkan hingga hari kiamat." (Hadits Shahih, lihat at-Targhib no.220, al-Hakim I/564, dan tidak akan ada hadits shahih mengenai do’a (bacaan-bacaan) ketika sedang berwudhu’)

11. Shalat dua raka’at sesudah wudhu’
Hal ini didasakan pada pernyataan Utsman bin Affan r.a. sesudah mengajar sahabat yang lain tentang wudhu’nya Nabi saw., "Aku pernah melihat Nabi saw. berwudhu’ seperti wudhu’ku ini, seraya bersabda, ”Barangsiapa yang berwudhu’ seperti wudhu’ku ini, kemudian berdiri lalu ruku’ dua raka’at dengan ikhlas dan khusyu’ diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih 1:204 no:226, dan Lafadzh baginya Fathul Bari I:226 no:164, ‘Aunul Ma’bud I:180 no:106, Nasa’i I:64).

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bertanya kepada Bilal usai shalat shubuh, ”Ya, Bilal, beritahukan kepadaku suatu amal yang paling memberi harapan yang engkau kerjakan dalam Islam; karena sesungguhnya aku mendengar suara kedua alas kakimu di hadapanku di surga?” Jawabnya, ”Tidak ada amalan yang lebih kuhurapkan (kecuali) bahwa setiap kali aku selesai bersuci baik pada waktu malam ataupun siang pasti aku selalu shalat seberapa kemampuanku untuk shalat.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari III: 34 no:1149 dan Muslim IV:1910 no:2458).


Sumber: Internet


Blog, Updated at: 07:58