Rukun Iman; "Beriman Kepada Nabi dan Rasul Allah"

Nabi adalah seorang yang diberi wahyu oleh Allah untuk melanjutkan syari'at yang diemban oleh Rasul sebelumnya. Berbeda dengan Rasul yang membawa risalah / syari'at baru. Al-Qur'an menyebut beberapa orang sebagai nabi. Nabi pertama adalah Adam, sedangkan nabi sekaligus rasul terakhir ialah Nabi Muhammad. Percaya kepada para nabi dan para rasul merupakan salah satu Rukun Iman dalam Islam.

Dalam Islam terdapat banyak nabi, tetapi yang harus diketahui hanya 25 nabi dan 4 di antaranya adalah penerima Kitab Suci:
Nabi (bahasa Arab: نبي) dalam agama Islam adalah laki-laki yang diberi oleh Allah wahyu dan tidak wajib disampaikan kepada umatnya. Dikatakan bahwa, jumlah nabi ada 124 ribu orang,[1] sebagaimana disebutkan di dalam hadits Muhammad,

Muhammad Penutup Para Nabi

Dalam syariat Islam dikatakan bahwa Muhammad adalah sebagai Khataman Nabiyyin atau Penutup Para Nabi. Dalam Al-Qur'an telah dijelaskan pada Surah Al-Ahzab ayat 40 menyatakan:
"Muhammad itu sekali-kali bukanlah Bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."

Rasul adalah manusia yang memperoleh wahyu dari Tuhan tentang agama dan misinya. Rasul (Arab:رسول Rasūl; Plural رسل Rusul) adalah seorang yang mendapat wahyu dari Allah dengan suatu syari'at dan ia diperintahkan untuk menyampaikannya dan mengamalkannya. Setiap rasul pasti seorang nabi, namun tidak setiap nabi itu seorang rasul. Jadi jumlah para nabi itu jauh lebih banyak ketimbang para rasul.

Menurut syariat Islam jumlah rasul ada 312,[note 1] sesuai dengan hadits yang telah disebutkan oleh Muhammad, yang diriwayatkan oleh At-Turmudzi.

Menurut Al-Qur'an Allah telah mengirimkan banyak nabi kepada umat manusia. Bagaimanapun, seorang rasul memiliki tingkatan lebih tinggi karena menjadi pimpinan ummat, sementara nabi tidak harus menjadi pimpinan. Di antara rasul yang memiliki julukan Ulul Azmi adalah Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad.[1] Mereka dikatakan memiliki tingkatan tertinggi dikalangan rasul. Rasul terbanyak di utus oleh Allah adalah kepada Bani Israel, berawal dari Musa berakhir pada Isa dan diantara keduanya terdapat seribu nabi.
Rasul dalam Al-Qur'an dan Hadits

Dari Al-Quran dan hadits disebutkan beberapa nama nabi sekaligus rasul, di antaranya yaitu:
Sedangkan Adam dan Syits yang diutus sebelumnya hanyalah bertaraf sebagai seorang nabi saja, bukan sebagai rasul karena mereka tidak memiliki umat atau kaum dan tidak memiliki kewajiban untuk menyebarkan risalah yang mereka yakini. Sedangkan Khaḍr seorang nabi yang dianggap misterius, ia tidak diketahui lebih lanjut untuk kaum apa dia diutus.
Perbedaan Nabi dan Rasul

Berikut ini adalah perbedaan Nabi dan Rasul[3]:
  • Jenjang kerasulan lebih tinggi daripada jenjang kenabian.[note 4]
  • Rasul diutus kepada kaum yang kafir, sedangkan nabi diutus kepada kaum yang telah beriman.[note 5]
  • Syari’at para rasul berbeda antara satu dengan yang lainnya, atau dengan kata lain bahwa para rasul diutus dengan membawa syari’at baru.[note 6]
  • Rasul pertama adalah Nuh, sedangkan nabi yang pertama adalah Adam.[note 7]
  • Seluruh rasul yang diutus, Allah selamatkan dari percobaan pembunuhan yang dilancarkan oleh kaumnya. Adapun nabi, ada di antara mereka yang berhasil dibunuh oleh kaumnya.[note 8]
Kriteria Nabi dan Rasul

Dikatakan bahwa nabi dan rasul memiliki beberapa kriteria yang harus dipenuhi, di antaranya adalah:
  • Dipilih dan diangkat oleh Allah.
  • Mendapat mandat (wahyu) dari Allah.
  • Bersifat cerdas.
  • Dari umat Bani Adam (Manusia).
  • Nabi dan Rasul adalah seorang pria.


Seorang Muslim beriman dan percaya bahwa Allah SWT  telah memilih di antara ummat manusia sejumlah nabi dan rasul sebagai utusan-Nya kepada ummat manusia untuk menyampaikan syari’at agama Allah, untuk menyelamatkan manusia dari perselisihan dan untuk mengajak manusia kepada kebenaran.


Allah SWT mengutus para nabi dan rasul untuk membawa kabar gembira kepada ummat manusia tentang kenikmatan abadi yang disediakan bagi mereka yang beriman, dan memperingatkan mereka tentang akibat kekufuran (syirik). Merekapun memberi teladan untuk bertingkah laku yang baik dan mulia bagi manusia, antara lain dalam bentuk ibadah yang benar, akhlaq yang terpuji dan istiqomah (berpegang teguh) terhadap ajaran Allah SWT.

               

Pengertian Nabi dan Rasul


Walaupun tugas nabi dan rasul adalah sama dari segi tugas penyampaian wahyu, tetapi kedua istilah ini mempunyai pengertian yang berbeda. Sebagian kaum Muslimin berpendapat bahwa nabi atau rasul adalah orang yang menerima wahyu dari Allah untuk dilaksanakan terutama untuk dirinya sendiri; lalu jika ia diperintahkan Allah untuk menyampaikan wahyu itu kepada manusia, maka ia disebut rasul . Tetapi jika tidak demikian, maka ia disebut nabi.


Pendapat ini terasa ganjil terdengar. Sebab, mungkinkah seorang nabi tidak diberikan tugas untuk menyampaikan wahyu kepada ummat  manusia? Apakah nabi hanya diutus Allah untuk melaksanakan agama Allah untuk dirinya sendiri?. Benar, bahwa nabi dan rasul, keduanya menerima wahyu dari Allah. Tetapi ada perbedaan makna yang sangat berarti dan prinsipil diantara keduanya.


Arti nabi adalah orang yang diwahyukan kepadanya syari’at rasul sebelumnya dan diperintahkan untuk menyampaikan syari’at itu kepada suatu kaum tertentu. Contoh untuk itu adalah nabi-nabi Bani Israil yang diutus seperti nabi-nabi Musa dan Isa. Sedangkan rasul adalah orang yang diwahyukan kepadanya suatu syari’at baru untuk disampaikan kepada kaumnya sendiri atau suatu kaum. Secara singkat dapatlah disebut bahwa rasul adalah orang yang diperintahkan untuk menyampaikan syaria’tnya sendiri, sedangkan nabi diperintahkan untuk menyampaikan syari’at rasul yang lain (rasul sebelumnya).1)


Allah SWT berfirman:



“(Dan) Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak pula seorang nabi...”(QS Al Hajj 52)


Imam Baidlawi menafsirkan ayat itu sebagai berikut :


“Rasul adalah orang yang  diutus Allah dengan syari’at yang baru untuk menyeru manusia kepada-Nya. Sedangkan nabi adalah orang yang diutus Allah untuk menetapkan (menjalankan) syari’at rasul-rasul sebelumnya”.


Dengan batasan yang jelas ini, maka dapatlah dikatakan bahwa Nabi Musa adalah nabi sekaligus rasul. Tetapi Nabi Harus adalah nabi, bukan rasul. Sebab ia tidak dberikan syar’at yang baru. Sayyidina Muhammad SAW adalah nabi dan rasul. Namun yang paling istimewa pada diri beliau adalah kenabian dan kerasulannya diutus untuk seluruh umat manusia, bukan hanya untuk satu kaum tertentu.


Seorang muslim wajib menyakini semua nabi dan rasul sebagaimana firman Allah SWT:


Katakanlah (kepada orang-orang mukmin) : ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’kub dan anak cucunya, dan apa yang diturunkan kepada Msua dan Isa, serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabbnya, Kami tidak membeda-bedakan seroang pun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”.  (QS. Al-Baqarah 136).


Jumlah Nabi dan Rasul serta Keluasan Ajaran Risalahnya


Secara umum, seorang Muslim diwajibkan iman kepada para nabi dan rasul. Artinya kita wajib percaya bahwa Allah telah mengutus sejumlah nabi dan rasul sebelum Nabi Muhammad SAW. Jadi, kita tidak perlu mengetahui berapa jumlah mereka seluruhnya, siapa nama-nama mereka dan dimana mereka bertugas.


Memang dalam suatu hadist riwayat Imam Ahmad bin Hambal dalam kitab  musnadnya, dikatakan bahwa jumlah nabi ada lebih kurang 124.000 orang dan jumlah rasul ada 315 orang. Tetapi riawayat tersebut bukan hadits muttawatir, karena itu tidaklah kuat untuk dijadikan pegangan dalam bidang aqidah. Sebab aqidah tidak boleh berlandaskan dalil-dalil yang dzonni (yang belum pasti kebenarannya, seperti hadits ahad). tetapi ia harus berdasarkan dalil-dalil yang qoth’i 3).


Allah SWT berfirman :



(Dan) sesungguhnya telah Kami utus beberapa rasul sebelum kamu. Diantara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan diantara mereka ada (pula ) yang tidak kami ceritakan kepadamu” (QS. Al Mukmin 78)


Ayat ini menyatakan dengan jelas bahwa Allah hanya memperkenalkan sebagian dari para nabi dan rasul-Nya. Al-Qur’an hanya menerangkan (menceritakan) sebanyak 25 nabi dan rasul saja. Mereka itulah yang wajib kita ketahui satu-persatu, wajib pula kita percayai kenabian dana kerasulannya.


Semua nabi dan rasul sebelum Nabi Muahammad SAW diutus Allah untuk suatu bangsa tertentu (baik satu atau beberapa generasi dari suatu bangsa) dan untuk suatu periode tertentu. Daerah atau wilayah dakwah dari seorang nabi serta masa berlaku syariatnya pun terbatas sampai datangnya rasul penggantinya. Semua nabi dan rasul, risalah dakwah mereka terbatas dan bersifat lokal, kecuali risalah dakwah Nabi Muhammad SAW yang bersifat unitversal. Tentang keuniversalan risalah Nabi Muhammad SAW, Allah SWT telah menegaskan sendiri dalam Al Qur’an pada beberapa ayat dan surat, antara lain :



(Dan) Kami tidak mengutus melainkan bagi ummat manusia seluruhnya, sebagian pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Tetapi kebanyakan manusia tidak (mau ) mengetahui.” (QS. Saba’ 28)


Dan Rasulullah menegaskan hal ini dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Jabir ra:


 “Nabi-nabi terdahulu diutus diperuntukkan bagi kaumnya sendiri (khusus). Sedangkan aku telah diutus untuk seluruh umat manusia”.


 Awal dari para nabi adalah Adam AS dan akhir para nabi adalah Muhammad SAW. Kenabian Adam AS diperjelas oleh  Allah dalam firman-Nya:


Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Rabb-Nya.. Maka, Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha penerima taubat lagi Maha Penyayang. Kami berfirman : “Turunlah kamu dari jannah itu, Kemudian jika datang petunjuk-Ku, maka siapa saja yang mengikuti petunjuk-Ku, pastilah tidak ada kekahwatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedit hati”. (QS. Al-Baqarah 37-38).

               

Serta sabda Rasulullah SAW :



Aku adalah penghulu anak Adam, nanti di hari qiamat (tetapi) tidak ada kebanggaan pada diriku. Dan ditanganku ada panji-panji pujian (tetapi) tidak ada kebanggaan di sini. Tidak  seorang nabipun, baik ia Nabi Adam as atau nabi yang lain maka mereka berada dibawah panji-panjiku” (HR. Turmudzi).


Adapun kenabian Muhammad SAW, dapat dibuktikan secara aqli dengan mukjizatnya yang abadi , yaitu Al Qur’an.  Ia adalah Kalamullah, yang telah membungkam orang-orang kafir, terdiam tak mampu menandingi atau mendatangkan satu surat saja semisal Al qur’an. Hal ini menjadi dalil yang meyakinkan bahwa Muhammad SAW adalah seorang nabi dan rasul. Sebab, suatu mukjizat hanya diberikan Allah kepada para nabi dan rasul . Allah SWT berfirman:



(Dan) jika kalian (tetap) meragukan Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad SAW), maka buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur’an dan ajaklah para penolong selain Allah, jika kalian orang-orang yang benar”.

(QS. Al Baqarah 23)


Nabi Muhmmad SAW adalah Penutup Nabi dan Rasul


Disamping kita percaya kepada kenabian dan kerasulan Muhammad SAW, kita wajib percaya pula bahwa Nabi Muhammad SAW adalahkhatamun-nabiyyin (penutup para nabi). Di kalangan ummat Islam sejak sahabat hingga kini, bahkan sampai akhir jaman nanti wajib mentaati konsensus bahwa nabi dan rasul penutup (akhir) adalah Muhamamd SAW, sehingga tidak ada lagi nabi dan rasul sesudahnya sampai hari kiamat. Konsensus ummat Islam mengenai hal ini adalah berdasarkan:


(1) Firman Allah SWT:




Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki dia antara kamu, tetapi dia adalah rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha tahu segala sesuatu” (QS. Al Ahzab 40)


Dalam ayat ini jelas bahwa Muhammad SAW adalah penutup para nabi dan rasul. Karena itu tidak akan ada nabi sesudahnya apalagi rasul. Sebab tingkatan rasul lebih tinggi dari tingkatan nabi.


(2) Hadits Muttawatir:

(a) Hadits muttawatir yang diriwayatkan Imam Ahmad bin Hambal dari Anas bin Malik, ia berkata:


               

Sesungguhnya risalah kenabian itu telah habis. Maka tidak ada nabi dan rasul susudahnya”.


(b) Hadits shohih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Ahmad Ibnu Hibban dari  Abi Hurairah:


Sesungguhnya perumpamaan diriku dengan nabi-nabi sebelumku adalah sama dengan seseorang yang membuat sebuah rusmah; diperindah dan diperbagusnya (serta diselesaikan segala sesuatunya) kecuali tempat (yang disiapkan ) untuk sebuah batu bata di sudut rumah itu. Orang-orang yang mengelilingi rumah itu mengaguminya, tetapi bertanya: “mengapa engkau belum memasang batu bata itu ?’ Nabipun berkata  ‘Sayalah batu batu (terakhir) -sebagai penyempurna- itu, dan sayalah penutup para nabi


Dalam dua hadits diatas dijelaskan bahwa kenabian dan kerasulan itu telah terputus sama sekali. Dengan demikian anggapan faham Ahmadiyah Qadiyani yang mengatakan bahwa sesudah Rasullah SAW masih ada nabi  adalah jelas keliru (sesat) dan tidak berdasarkan pengertian bahasa Arab dan syara’. Pemahaman Qadiyani tentang kalimat “Khatamun-nabiyyin” adalah cap (stempel) untuk nabi-nabi sebelumnya, jelas sangat keliru. Sebab, pengertian kalimat ini menurut bahasa Arab adalah “Nabi penghabisan (terakhir)”.


Jamaluddin Muhammad Al Anshari 5), seorang ahli bahasa Arab yang paling terkenal dengan kamus “Lisanul Arab” ia mengatakan bahwa kata “khatam” mempunyai arti yang sama dengan kata “khatim” dan “khatam”. Ia menulis sebagai berikut:


Khitam dari suatu kaum serta khatim dan khatamnya adalah penghabisan dari mereka. Dan Muhammad SAW adalah khatim (penghabisan/akhir) dari segala nabi. Khatim dan khatam adalah diantara nama (yang diberikan kepada) Nabi Muhammad SAW di dalam Al Qur’an. Disebutkan di dalam Al Qur’an bahwa Muhammad SAW adalah khatimannabiyyin, yakni penghabisan nabi (penutup) segala nabi”.


Selanjutnya Jamaluddin Muhammad Al Anshari mengatakan:


Merujuk kepada Al Qur’an dan hadits muttawatir di atas, kalau ada orang yang mengatakan masih akan ada nabi setelah Muhammad SAW, maka mereka telah sesat dan kafir. Oleh karena itu, orang-orang yang mengklaim dirinya sebagai nabi maka orang itu telah sesat (mengimpang) dari aqidah Islam yang jelas-jelas menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah penutup para nabi dengan nash yang qath’i tsubut dan qath’i dilalah”.

               

Mengenai orang-orang yang mengklaim dirinya nabi sesudah Muhammad, jauh-jauh hari Rasulullah SAW telah memberitakannya dalam sebuah hadits dan diriwayatkan oleh Bukhari, Mulsim Ahmad dan Abi Hurairah 6)



Tidak akan terjadi kiamat kecuali akan keluar (muncul) tukang-tukang bohong (para penipu) kira-kira 30 orang. Semua mengaku dirinya sebagai rasul Allah.


Termasuk para penipu yang disinyalir Rasulullah SAW itu, adalah Mirza Ghulam Ahmad. Orang ini mengklaim dirinya sebagai nabi sesudah Muhammad SAW. Ia mengadakan syari’at baru dan menyatakan bahwa ia menerima wahyu serta mengarang kitab yang disebutnya sebagai wahyu Allah.


Makna Iman kepada Kerasulan Muahammad SAW


Kalimat “laa ilaaha illahallah” menetapkan hanya Allah SWT sebagai satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi dengan diabdi, dipatuhi dan ditaati, dijadikan sebagia satu-satunya pembuat syariat. Serta meniadakan segala bentuk ibadah dan pengabdian kepada selain Allah atau kepada makhluk-makhluk Allah. Sementara kalimat “Muhammadur rasulullah” menetapkan bahwa dari sekitan banyak makhluk ciptaan Allah di dunia, hanyalah Muhammad SAW satu-satunya hamba Allah yang berhak untuk diikuti dan diteladani. Tidak mengikuti selain beliau. Tidak boleh mengabil sesuatu kecuali dari beliau. Beliau hanyalah mengampaikan hukum Allah, jadi tidak boleh mengambil hukum dari Voltarie, Montesqure ataupun Karl Marx (dalam hukum kemasyarakatan dan tata negara). Juga tidak boleh mengambil hukum dari agama manapun, baik dari agama yang sudah menyimpang dan diubah seperti Yahudi dan Nashrani, ataupun agama yang sumbernya dari manusia seperti Hindu, Budha, Qodiyaniyah, Baha’iyyah, dan lain sebagainya (dalam hukum ibadah dan keakhiratan).


Begitu pula tidak diperbolehkan untuk mengambil hukum yang bersumber dari ideologi apapun di dunia ini, seperti kapitalisme, sosialisme, komunisme, dan lain-lain. Jadi semua hukum yang berlaku bagi kita hanya bertumpu kepada syariat Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. Selain dari itu tidak diperkenankan untuk kita gunakan sebagai rujukan. Kita dituntut untuk hanya merujuk kepada Islam semata, dan hanya mengikuti Rasulullah saw. Allah SWT berfirman:

Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah” (QS. Al-Hayr 7).



(Dan) orang-orang mu’min serta mu’minah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu keputusan tidaklah patut bagi mereka untuk memiliki pilihan (yang lain) tentang urusan mereka”. (QS. Al-Azhab 36).



Maka demi Tuhanmu, mereka sesungguhnya tidak beriman sebelum mereka menjadikanmu hakim (pemutus) terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima sepenuhnya”  (QS. An-Nissa’ 65).



Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya itu takut akan ditimpa cobaan atau adzab yang pedih” (QS. An-Nuur 63)



"Siapa saja yang taat kepada Rasul maka sesungguhnya ia telah taat kepada-Ku” (QS. An-Nissa’ 80).


 “Katakanlah: Jika kamu cinta kepada Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kamu” (QS. Ali Imran 31).


 Ayat-ayat ini jelas memerintahkan kepada kaum muslimin agar mengambil aturan yang datang dari Rasulullah SAW, dan meneladaninya, mematuhinya, serta mengembalikan semua aturan kepadanya. Mengikuti apa yang ia sampaikan baik perkataan maupun perbuatan dan memberi peringatan kepada orang-orang yang menyalahi perintah-Nya. Semuanya ini merupakan aqidah. Sebab ayat pertama memerintahkan untuk mengambil semua apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW dari Tuhannya berupa perintah dan larangan-Nya, baik yang tercantum dalam Al-Qur’an maupun hadits Rasul SAW.


Sedangkan ayat yang kedua menerangkan tentang tidak diperbolehkannya dan tidak patutnya serta tidak diperkenankannya bagi segenap mukmin untuk mempunyai aturan selain dari Allah dan Rasul-Nya.


Dalam ayat ketiga Allah SWT bersumpah bahwa seseorang hanya bisa menjadi mukmin yang sebenar-benarnya, kecuali setelah ia mengangkat Rasulullah sebagai hakim (pemutus permasalahan) bila terjadi perselisihan antar mereka. Lalu mereka belum beriman sampai mereka menerima keputusan hukum dari Rasulullah SAW tanpa ada rasa keberatan serta kesempitan dalam diri mereka terhadap hukum tersebut. Disamping itu mereka benar-benar pasrah serta berserah diri lahir-batin terhadap apa yang datang dari Rasulullah.


Kemudian ayat keempat memperingatkan mereka yang melanggar perintah Rasul, bahwasanya mereka akan ditimpa fitnah dan cobaan serta adzab yang pedih. Ini jelas menunjukkan haramnya menyalalahi peraturan yang dibawa oleh Rasulullah dan haramnya mengikuti peraturan lainnya, sambil memperingatkan bahwa yang melakukan hal tersebut akan ditimpa siksaan, cobaan, dan fitnah.


Sedangkan ayat kelima menyatakan bahwa taat kepada Rasulullah sama dengan taat kepada Allah. Karena taat kepada Allah wajib, maka taat kepada Rasulullah wajib pula. Dan taat itu tidak akan tercapai kecuali dengan mengikuti segala peraturan dengan mengikuti segala peraturan dan hukum-hukum yang datang dari beliau, serta dengan mengikuti sunnahnya berupa perkataan dan perbuatan.


Kemudian ayat terakhir mengaitkan cinta pada Allah dengan ketaatan mengikuti Rasulullah dalam segala peraturan yang dilakukanan beliau. Sebab bila tidak demikian, tidak ada artinya bagi orang yang berpura-pura mencintai Allah tapi tak mau mengikuti apa yang dibawa Rasulullah dari Tuhannya.


Oleh karena itu Rasulullah mewajibkan segenap muslimin untuk menerapkan secara sempurna, segala apa yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya, tanpa membeda-bedakan antara hukum yang satu dengan yang lainnya. Sebab semua hukum Allah itu sama rata ditinjau dari kewajibannya untuk diterapkan. Oleh karena itulah Abu Bakar ra. dan para shahabat memerangi para pembangkang zakat, sebab mereka ini membangkang terhadap diterapkannya satu hukum saja, yaitu kewajiban zakat. Allah SWT sendiri telah mengancam orang-orang yang membeda-bedakan antara satu hukum dengan yang lainnya, yang beriman pada bagian tertentu dari Al-Qur’an sedang bagian lainnya diingkar, dengan ancaman kehinaan di dunia dan adzab pedih diakhirat. Sebagaimana firman-Nya yang berbunyi:



“Apakah kalian beriman kepada sebagaian Al-Kitab (taurat) dan mengingkari sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikan diantaramu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan di hari kiamat mereka akan dicampakkan kedalam siksa yang amat berat. Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kalian perbuat” (QS. Al-Baqarah 85).

Beriman kepada para nabi dan rasul ‘alaihimus salaam adalah salah satu rukun iman. Mereka adalah penghubung antara Allah subhanahu wa ta’ala dan hamba-Nya dalam kehidupan beragama. Melalui merekalah kebenaran, petunjuk, dan agama yang benar sampai kepada seluruh hamba.

Makna beriman kepada para nabi dan rasul ‘alaihimus salaam adalah:

1. Mengimani dengan keyakinan yang pasti bahwa Allah subhanahu wa ta’ala benar-benar telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang bertugas mengajak kaumnya untuk beribadah hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala satu-satunya tiada sekutu bagi-Nya, dan mengajak kaumnya untuk mengingkari segala sesuatu yang diibadahi selain Allah subhanahu wa ta’ala.

2. Meyakini bahwa para rasul semuanya adalah jujur, mulia, dan terbimbing dengan hidayah dari-Nya.

3. Meyakini bahwa para rasul telah menyampaikan semua wahyu yang mereka terima dari Allah subhanahu wa ta’ala, tidak menyembunyikannya sedikitpun, dan tidak pula berdusta. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. Dan sesungguhnya Kami telah mengutus seorang rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Beribadahlah kepada Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kalian di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (An-Nahl: 35-36).

Diutusnya Nabi dan Rasul adalah Nikmat bagi Umat Manusia

Manusia sangat butuh terhadap para rasul, keberadaan mereka adalah nikmat bagi umat manusia. Urusan mereka tidak akan teratur tanpa bimbingan dari para rasul. Demikian pula agama mereka, tidak akan benar tanpa bimbingan para rasul. Kebutuhan manusia terhadap para rasul lebih besar daripada kebutuhan mereka terhadap makanan dan minuman. Karena Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan para rasul itu sebagai penghubung antara Dia dengan hamba-Nya. Merekalah yang mengenalkan umat manusia tentang Allah subhanahu wa ta’ala, menunjukkan hal-hal yang bermanfaat dan yang merugikan bagi mereka, menerangkan rincian syari’at, halal-haram, perbuatan-perbuatan yang dicintai dan dibenci oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Tidak ada jalan untuk mengetahui hal itu kecuali melalui para nabi dan rasul. Akal manusia tidak bisa mengetahui rincian hal-hal tersebut, walaupun mungkin bisa mengetahui sebagian kecilnya, itu pun secara global.

Maka dari itu, kebutuhan umat manusia terhadap risalah jauh lebih besar dibandingkan kebutuhan orang sakit terhadap kehadiran dokter. Apabila dokter tidak ada, maksimal si sakit akan tertimpa mudarat pada badannya. Namun apabila risalah tidak ada maka manusia akan tertimpa mudarat pada hatinya, demikian pula penduduk bumi tidak akan bisa eksis keberadaannya kecuali apabila risalah yang dibawa oleh para rasul masih diterapkan. Apabila risalah rasul sudah tidak ada sama sekali di muka bumi, maka akan Allah subhanahu wa ta’ala timpakan kiamat terhadap alam semesta.

Perbedaan Nabi dan Rasul

Para ulama berbeda-beda dalam menyimpulkan perbedaan antara nabi dan rasul, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Nabi adalah seorang pria merdeka yang menerima wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala akan tetapi tidak diperintahkan untuk menyampaikannya kepada yang lain. Adapun rasul adalah seorang pria merdeka yang menerima wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala dan diperintahkan untuk menyampaikannya kepada umatnya.

2. Nabi adalah seorang pria merdeka yang diperintahkan oleh Allah untuk menyeru (berdakwah) kepada syari’at rasul sebelumnya, dia tidak menerima wahyu baru. Adapun rasul adalah seorang pria  merdeka yang diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan syari’at yang baru.

3. Nabi adalah seorang pria merdeka yang menerima wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala berupa syari’at dan berkewajiban menyampaikannya kepada umat yang beriman. Sedangkan rasul adalah seorang pria merdeka yang menerima wahyu dari Allah subhanahu wa ta’ala berupa syari’at dan berkewajiban menyampaikannya kepada umat, dan diutus kepada umat yang menentang.

Setiap rasul pasti nabi, namun nabi belum tentu rasul. Sebagaimana definisi di atas, nabi adalah dari kalangan pria, tidak ada yang berasal dari kalangan wanita yang menjadi nabi. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri.” (Yusuf: 109)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Allah memberitakan bahwa Dia mengutus para rasul-Nya dari kalangan pria, tidak dari kalangan wanita. Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama. … sebagian kalangan beranggapan bahwa Sarah (istri Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam), ibunda Nabi Musa, Maryam Ibunda Nabi ‘Isa adalah para nabi dari kalangan wanita, dengan dalil bahwa malaikat memberikan berita gembira kepada Sarah dengan kelahiran Ishaq, dan malaikat datang kepada Maryam memberikan berita gembira dengan kelahiran ‘Isa. Memang hal itu terjadi pada mereka, namun hal itu tidak berarti mereka menjadi nabi dengan itu. … maka pendapat yang diyakini oleh para imam dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan itu pendapat yang dinukil oleh al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari rahimahullah dari para imam tersebut, bahwa tidak ada nabi dari kalangan wanita. Yang ada dari kaum wanita hanyalah shiddiqah…” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir surah Yusuf ayat 109).

Predikat sebagai nabi atau rasul merupakan karunia Allah subhanahu wa ta’ala yang Allah subhanahu wa ta’ala karuniakan kepada orang-orang yang dipilih oleh-Nya. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

“Allah memilih rasul-rasul-(Nya) dari malaikat dan dari manusia; sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Al-Hajj: 75)

Kenabian bukanlah kedudukan yang bisa diraih dengan keseriusan amal, kesungguhan ibadah, ataupun pelatihan jiwa, sebagaimana diyakini oleh sebagian orang. Menurut mereka, seseorang bisa meraih predikat kenabian karena memiliki kekuatan olah pikir, kemampuan mengkhayal, dan memiliki retorika yang jitu untuk mempengaruhi orang lain. Maka jangan heran bila sebagian orang mengklaim dirinya telah mencapai martabat nabi. Subhanallah! Tentu saja anggapan tersebut merupakan aqidah yang batil, terbantah dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala di atas, terbantah pula dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala:

“Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (Al-An’am: 124)

Jumlah Para Nabi dan Rasul

Jumlah para nabi dan rasul sangat banyak. Di antara mereka ada yang disebutkan nama-namanya dalam Al-Qur`an atau dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu.” (Ghafir: 78) ayat semakna juga di surah An-Nisa`: 164.

Maka kita wajib mengimani mereka secara global, yakni kita mengimani bahwa ada sekian banyak nabi dan rasul yang diutus oleh Allah subhanahu wa ta’ala, namun kita tidak mengetahui namanya dan tidak mengetahui kisahnya.

Para rasul yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al-Qur`an ada 25 orang. Ada 18 nama dari mereka yang Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan secara berangkai pada satu tempat, yaitu di surah Al-An’am ayat 83-86. Adapun 7 nama lainnya Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan di tempat terpisah-pisah dalam Al-Qur`an.

Maka wajib beriman kepada mereka semua secara rinci dengan masing-masing namanya, mengimani kenabian dan kerasulan mereka, serta semua berita, kisah, keutamaan, mukjizat dan berbagai peristiwa lainnya sebagaimana diberitakan dalam Al-Qur`an dan hadits-hadits yang shahih, tidak menambah dan tidak pula menguranginya. Seperti kisah perjalanan dakwah Nabi Nuh ‘alaihis salaam, lengkap dengan perintah Allah subhanahu wa ta’ala kepada beliau ‘alaihis salaam untuk membuat perahu. Demikian pula kisah Nabi Musa ‘alaihis salaam, lengkap dengan peristiwa Allah subhanahu wa ta’ala berbicara kepada Musa ‘alaihis salaam, kemenangan Musa ‘alaihis salaam menghadapi para tukang sihir dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala, dll. Demikian pula Allah subhanahu wa ta’ala berikan kemampuan kepada Nabi Sulaimain ‘alaihis salaam untuk menundukkan bangsa jin, memahami bahasa hewan dan lain-lain. Demikian pula para nabi dan rasul lainnya, kita mengimaninya sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur`an dan hadits-hadits yang shahih.

Maka kita tidak boleh mempercayai cerita-cerita palsu yang dibuat tentang kapal Nabi Nuh ‘alaihis salaam, atau bahwa tongkat Nabi Musa ‘alaihis salaam masih tersimpan di tempat ini dan itu misalnya, barang siapa mendapatkannya maka dia akan menjadi orang sakti. Atau mempercayai kuburan tertentu sebagai kuburan Nabi Hud ‘alaihis salaam, sehingga dia mengagungkan dan mengeramatkannya, dan meyakini bahwa ziarah ke kubur Nabi Hud ‘alaihis salaam sama nilainya atau bahkan melebihi ibadah haji! La haula wa la quwwata illa billah! Maka itu semua sama sekali bukan bagian dari keimanan kepada para Nabi dan Rasul ‘alaihimus salaam.

Beriman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah rasul terbesar dan paling mulia. Demikian pula agama yang dibawa oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah agama terbesar dan termulia. Diutusnya beliau merupakan rahmat bagi semesta alam, dan nikmat terbesar bagi kaum mukminin. Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan beliau dan agama beliau menang di atas semua agama. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa Al-Huda dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (Al-Fath: 28)

Hakikat beriman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah: membenarkan, menaati, dan mengikuti syari’at beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka siapapun yang mengaku beriman dan mengikuti agama seorang nabi sebelumnya, namun tidak mau beriman dan mengikuti agama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam maka dia telah kafir.

Demikian pula termasuk iman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah meyakini bahwa beliau adalah penutup para nabi dan rasul. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya kerasulan dan kenabian telah terputus. Maka tidak ada rasul setelahku dan tidak ada pula nabi setelahku.” (HR. at-Tirmidzi no. 2272, Ahmad 3/267)

Maka siapapun yang meyakini bahwa masih ada nabi atau rasul setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam maka dia telah kafir, meskipun dia mengimani kenabian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Salah satu keimanan yang wajib dimiliki oleh setiap muslim adalah iman kepada para *nabi dan rasul. Beriman kepada para nabi dan juga rasul berarti meyakini bahwa Allah telah mengutus para nabi dan juga rasul yang merupakan orang-orang pilihan untuk menyampaikan wahyu kepada umatnya.

Allah mengutus nabi dan juga rasul yang berbeda-beda untuk masing-masing umat pada suatu masa. Tetapi Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai penutup nabi dan juga rasul dan sebagai nabi dari seluruh umat manusia hingga akhir zaman.

Nabi dan juga rasul adalah orang yang mendapatkan wahyu dan petunjuk dari Allah. Perbedaan antara nabi dan juga rasul ini ada di dalam kewajiban nabi dan juga rasul untuk menyampaikan wahyu tersebut kepada umatnya.

Nabi mendapatkan wahyu, tetapi tidak diwajibkan menyampaikan wahyu tersebut. Sedangkan rasul wajib menyampaikan wahyu yang dia terima kepada umatnya.

 Nabi atau pun rasul adalah laki-laki pilihan Alloh SWT. Alloh SWT telah memiliki semua lelaki tersebut sebagai utusanNya di muka bumi ini. Alloh menugaskan kepada nabi dan juga rasul untuk mengajarkan kepada seluruh manusia tentang ajaran yang sebenarnya.


    *Sifat Wajib Nabi dan Rasul*

Nabi dan juga rasul mempunyai beberapa sifat yang wajib dimiliki. Tentu saja sifat ini merupakan sifat yang mendukung kenabian dan kerasulan mereka. Sifat wajib ini adalah sifat yang memang ada di dalam diri seorang nabi atau pun rasul. Sifat yang wajib dimiliki oleh nabi dan juga rasul antara lain:

*1. Sid**d**iq***

Sidiq berarti benar. Ini berarti setiap nabi dan juga rasul selalu mengeluarkan kata-kata dan perbuatan yang benar. Benar di sini adalah benar yang dilihat dari sisi agama Allah bukan dari sisi pemahaman manusia.

 Hal tentang kebenaran ini adalah berhubungan dengan apa yang dibawa oleh para nabi dan juga rasul tersebut. Memang sebagai utusan dari Alloh SWT tentunya hal ini adalah sebuah kebenaran.

 Sebagai utusan dari Alloh SWT, nabi dan juga rasul membawa ajaran untuk disampaikan kepada seluruh manusia. Dan tentunya ajaran ini adalah benar adanya karena berasal dari satu-satu Zat Yang Maha Benar.

 Inti ajaran yang dibawa oleh semua nabi dan semua rasul adalah sama. Semuanya mengajarkan tentang ketauhidan kepada Alloh SWT. Mereka mengajarkan bahwa Alloh-lah Tuhan yang memang layak untuk disembah.

Begitulah ajaran yang benar yang selalu dibawa oleh seluruh nabi dari nabi pertama hingga nabi terakhir yang ada di bumi ini.

Segala perbuatan yang dilakukan oleh nabi dan juga rasul adalah berdasarkan akan wahyu. Walau pun memang terkadang ada beberapa tindakan mereka yang memang berdasarkan naluri mereka sebagai seorang manusia.

*2. Amanah*

Amanah berarti dapat dipercaya. Seorang nabi dan juga rasul pastilah mempunyai sifat amanah ini. Amanah dalam menepati janji, amanah dalam menjaga kepercayaan, dan amanah dalam hal-hal lainnya. Nabi Muhammad sendiri mendapat julukan Al Amin yang artinya dapat dipercaya.

Amanah ini juga berhubungan dengan sifat siddiq yang dimiliki oleh nabi dan juga rasul. Karena memang ajaran yang mereka bawa adalah benar adalanya maka tentu saja mereka dapat dipercaya terhadap hal ini. Jelaslah kepercayaan ini dapat dipertanggungjawabkan karena kebenaran yang mereka bawa.

*3. Fatonah*

Fatonah berarti cerdas atau pandai. Setiap nabi dan juga rasul pastilah mempunyai kecerdasan yang berguna untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh umatnya. Kecerdasan ini merupakan karunia dari Allah untuk semakin memperkuat kenabian dan kerasulan seseorang.

Dalam setiap masa penyebaran ajaran yang dibawa oleh nabi dan juga rasul pastilah selalu menghadapi hambatan dakwah. Dakwah yang dilakukan oleh setiap nabi dan juga rasul tentulah akan mengalami rintangan dari beberapa orang yang tidak menyukai dakwah yang dilakukan. Hal ini memang adalah sebuah keniscayaan. Karena memang hal ini juga merupakan ujian yang datang dari Alloh SWT.

Dalam menghadapi semua hambatan dan rintangan ini, tentunya membutuhkan penyelesaian serta strategi dakwah yang jitu. Untuk itulah dibutuhkan kecerdasan dari nabi dan juga rasul dalam menghadapinya.

Dengan kecerdasan yang dimiliki oleh nabi dan juga rasul ini maka setiap dari mereka akan memikirkan cara terbaik untuk dakwah. Kecerdasan ini bisa muncul karena memang kecerdasan yang dimiliki oleh setiap nabi dan juga rasul namun juga dapat muncul karena memang wahyu dari Alloh SWT.

Sebut saja apa yang terjadi pada saat Perjanjian Hudaibiyah yang dilakukan oleh Nabi Muhammag bersama dengan kaum kafir Quraisy di Mekkah. Awalnya banyak sahabat yang tak menyetujui dan juga tak menyukai
tentang perjanjian tersebut. Mereka menganggap bahwa di dalam isi perjanjian tersebut banyak yang tak menguntungkan di pihak kaum muslimin namun juastru lebih menguntungkan di pihak kafir Quraisy.

Nantinya, semuanya baru memahami bahwadi balik perjanjian Hudaibiyah tersebut dapat membantu penyebaran Islam. Dan bahwa sesungguhnay banyak hal yang dapat membantu Islam di dalam perjanjian tersebut.

Hal seperti ini hanya dapat dilakukan jika Nabi Muhammad sebagai pemimpin Islam pada saat itu memiliki kecerdasan yang tinggi. Beliau dapat memikirkan tentang hal ini, yang belum dapat dipikirkan oleh orang lain bahkan oleh para sahabat yang tentunya memiliki tingkat kecerdasan yang juga tinggi. Itulah sufat cerdar yang memang wajar melekat pada diri nabi dan juga rasul.
 
*4. Tabliq***

Tabliq artinya menyampaikan. Para nabi dan juga rasul akan selalu menyampaikan apa yang dia terima dari Allah. Menyampaikan kebenaran dan mengajak untuk berbuat benar dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan.

Sifat menyampaikan ini juga merupakan sifat alamiah yang ada di dalam nabi dan juga rasul. Karena memang mereka memiliki tugas satu yang mulai yang itu menyampaikan apa yang memang telah diwahyukan kepada mereka dari Alloh SWT yaitu ajaran agama Islam serta ketauhidan untuk hanya menyembah kepada Alloh SWT semata.

    *Sifat Mustahil Nabi dan Rasul*

 Kebalikan dari sifat wajib, nabi dan juga rasul juga mustahil mempunyai sifat-sifat berikut. Tidaklah mungkin bagi seorang nabi atau pun seorang rasul untuk memiliki sifat mustahil ini. Diantara sifat mustahil nabi dan juga rasul antara lain.

*1. Kizzib*

Kizzib artinya berbohong dan merupakan kebalikan dari sifat sidiq yang artinya benar. Tidaklah mungkin seorang nabi dan juga rasul berbohong atau apa yang mereka bawa adalah sebuah kebohongan. Sedangkan apa yang nabi dan juga rasul bawa dan sampaikan adalah sebuah kebenaran yang datangnay dari Zat yang Maha Benar.

*2. Khianat**

Khianat atau curang merupakan kebalikan dari sifat amanah. Seorang nabi dan juga rasul tidak mungkin bersifat khianat ataupun curang dalam mengajarkan ajarannya. Karena memang tugas alamiah dari nabi dan juga rasul adalah menyampaikan risalah maka sangatlah wajar jika mmang sifat mereka adalah meyampaikan dan sangatlah mustahil jika mereka itu berkhianat terhadap apa yang seharusnya mereka sampaikan.

*3. Jahlun*

Jahlun artinya bebal atau bodoh dan merupakan kebalikan dari sifat fatonah.  Setiap nabi dan juga rasul memang telah dikaruniai kecerdasan sebagai modal untuk menghadapi segala tantangan dan rintangan dakwah. Kalaulah mereka bodoh maka tentunya mereka tak akan pernah dapat untuk
menghadapi ini semua.

*4. Kitman*

Kitman artinya menyembunyikan dan merupakan kebalikan dari sifat tabliq. Menyembunyikan risalah yang seharusnya disebarkan kepada umat manusia juga bukanlah hal yang ada di dalamn diri nabi dan juga rasul. Arena memang mereka adalah utusan yang menyampaikan risalah.

*Jumlah Nabi dan Rasul*

Di dalam Al Quran, terdapat 25 nama nabi dan juga rasul yang wajib kita imani. Sedangkan berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hiddan, jumlah nabi sebanyak 124.000 dan jumlah rasul adalah 313.

  *Kitab Nabi dan Rasul*

Kitab yang dibawa oleh nabi dan juga rasul yang tercantum di dalam Al-Quran dan wajib kita imani ada empat, yaitu:

1.    *Taurat*, yang diturunkan kepada Nabi Musa.
2.    *Zabur*, yang diturunkan kepada Nabi Daud.
3.    *Injil*, yang diturunkan kepada Nabi Isa.
4.    *Al Quran*, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.

Nabi dan rasul adalah utusan Allah untuk memberikan petunjuk kepada umat manusia dan Nabi Muhammad merupakan penutup dari nabi dan rasul. Hal ini sesuai dengan Al Quran surat Al Ahzab ayat 40 yang artinya “Muhammad itu sekali-kali bukanlah Bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”  Karena itu setiap orang yang mengaku nabi setelah Nabi Muhammad adalah pendusta dan wajib kita jauhi.

Itulah sifat wajib dan sifat mustahil yang dimiliki oleh nabi dan rasul yang memang harus kita imani.




Sumber: Internet (uknown)
 





Blog, Updated at: 13:08